Jumat, 17 Februari 2012

PERDARAHAN NEONATUS

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang………………………………………………………………………………… 1
b. Rumusan Masalah……………………………………………………………………………... 1
c. Tujuan……………………………………………………………………………………...….. 2

BAB II PEMBAHASAN
1. Pendarahan Neonatus……………………………………………………………………........ 3

BAB III PENUTUP
a. Kesimpulan ………………………………………………………………………………….. 10
b. Saran…………………………………………………………………………………………. 11

Daftar Pustaka


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Pada era globalisasi sekarang ini,banyak sekali perubahan baik ilmu pengetahuan, teknologi maupun perubahan pola pikir masyarakat. Tuntutan masyarakat terhadap kualitas dan profesionalisme pemberian pelayanan kesehatan semakin meningkat. Kebidanan sebagai profesi dan bidan sebagai tenaga profesional juga dituntut untuk bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan kebidananan sesuai kompetensi dan kewenangan yang dimiliki secara mandiri maupun bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lainnya.
Tenaga bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan memegang peranan penting dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan. Bahkan WHO menyatakan bahwa bidan merupakan “back bone” untuk mencapai target-target global, nasional maupun daerah. Hal ini disebabkan karena bidan merupakan tenaga kesehatan yang melayani pasien selama 24 jam secara terus menerus dan berkesinambungan serta berada pada garis terdepan dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan membantu memberikan informasi tentang kesehatan.

B. Rumusan masalah

Untuk memudahkan dalam pembuatan makalah ini penulis mencoba untuk merumuskan masalah diantaranya :
a. Pegertian Pendarahan
b. Etiologi dari Pendarahan Neonatus
c. Tanda dan Gejala dari Pendarahan Neonatus
d. Penatalaksanaan dari Pendarahan Neonatus
e. Dan yang terkait dengan Pendarahan Neonatus


C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa mengetahui pendarahan pada neonatus

2. Tujuan khusus
a. mengetahui pengertian Pendarahan
b. mengetahui etiologi dari Pendarahan Neonatus
c. mengetahui tanda gejala Pendarahan pada Neonatus
d. mengetahui penatalaksanaan dari Pendarahan Neonatus
e. mengetahui yg terkait dengan Pendarahan Neonatus




BAB II
PEMBAHASAN

PENDARAHAN NEONATUS

a. Pengertian

Perdarahan ialah keluarnya darah dari salurannya yang normal (arteri, vena atau kapiler) ke dalam ruangan ekstravaskulus oleh karena hilangnya kontinuitas pembuluh darah. Sedangkan perdarahan dapat berhenti melalui 3 mekanisme, yaitu :
1. Kontraksi pembuluh darah
2. Pembentukan gumpalan trombosit (platelet plug)
3. Pembentukan trombin dan fibrin yang memperkuat gumpalan trombosit tersebut.

Umumnya peranan ketiga mekanisme tersebut bergantung kepada besarnya kerusakan pembuluh darah yang terkena. Perdarahan akibat luka kecil pada pembuluh darah yang kecil dapat diatasi oleh kontraksi arteriola atau venula dan pembentukan gumpalan trombosit, tetapi perdarahan yang diakibatkan oleh luka yang mengenai pembuluh darah besar tidak cukup diatasi oleh kontraksi pembuluh darah dan gumpalan trombosit. Dalam hal ini pembentukan trombin dan akhirnya fibrin penting untuk memperkuat gumpalan trombosit tadi. Disamping untuk menjaga agar darah tetap didalam salurannya diperlukan pembuluh darah yang berkualitas baik. Bila terdapat gangguan atau kelainan pada salah satu atau lebih dari ketiga mekanisme tersebut, terjadilah perdarahan yang abnormal yang sering kali tidak dapat berhenti sendiri.


b. Etiologi

Berdasarkan etiologi dan waktu kejadiannya, perdarahan pada neonatus dapat diklasifikasikan dalam 4 kategori utama yaitu :
a. Perdarahan in utero
b. Perdarahan obstetrik
c. Perdarahan post natal
d. Perdarahan iatrogenik


Dalam kenyataannya sukar membedakan kejadian perdarahan karena tindakan obstetrik dan perdarahan postnatal, misalnya robekan dengan perdarahan hepar akibat tindakan pada persalinan yang sulit baru akan mengakibatkan gejalanya beberapa hari kemudian dalam masa postnatal. Dalam hal demikian, untuk penggolongannya lebih diutamakan faktor waktu dan bukan faktor penyebabnya, jadi contoh jenis perdarahan tersebut diklafikasikan dalam pendarahan postnatal.

Dalam penanganannya perlu dilakukan tindakan yang cepat dan tepat, karena perdarahan akut sebanyak 30-50 ml telah dapat menyebabkan anemia dan renjatan. Pengobatan yang berdasarkan diagnosis dini sangat diperlukan untuk mencegah dilakukannya tindakan yang lebih invasif, yang mungkin akan merugikan tumbuh-kembang neonatus dengan perjalanan hidupnya yang masih jauh akan ditempuhnya. Pemberian tranfusi komponen darah dapat merupakan rangsang awal untuk terjadinya reaksi imunologik pada usia lanjut.


c. Epidemiologi

Dalam berbagai penelitian dilaporkan bahwa 5-10% penyebab anemia berat pada neonatus adalah perdarahan. Sedangkan kejadian anemia pada bangsal rawat intensif neonatus tercatat sebesar 25%, yang dinyatakan dengan merendahnya volume sel darah merah. Angka tersebut merupakan kejadian diluar negeri yang fasilitas perawatannya sudah memadai. Meskipun belum ada data, tetapi dengan memperhatikan masih tingginya pertolongan persalinan oleh dukun (70-80%) serta fasilitas pelayanan yang untuk sebagian besar belum memadai, dapat diperkirakan bahwa di Indonesia kejadian perdarahan pada neonatus akan memperlihatkan angka yang jauh lebih tinggi, setidak-tidaknya 2 kali lipat dibandingkan dengan kejadian di negara maju.



PERDARAHAN IN UTERO

a. Perdarahan Feto-plasenta
Pada jenis perdarahan ini darah janin tercurah ke dalam jaringan plasenta atau terkumpul menjadi hematoma retroplasental. Sebagai akibat perdarahan ini akan lahir bayi dengan anemia.

Etiologi
Penyebab tersering adalah umbilikus yang kaku dan tindakan selama seksio sesarea. Dalam keadaan ini aliran darah ke janin melalui vena akan berkurang, sedangkan aliran darah yang keluar dari janin ke plasenta melalui arteri berlangsung terus, sehingga volume darah janin akan berkurang. Kekurangan tersebut dapat mencapai jumlah 20% dari volume darah janin. Pada seksio sesarea bila posisi bayi ada diatas umbilikus, maka aliran darah dari bayi ke plasenta melalui A. umbilikalis akan menetap, sedangkan aliran balik dari plasenta ke bayi melalui V. umbilikalis akan terhambat karena tekanan hidrostatik. Keadaan inipun mengakibatkan berkurangnya volume darah bayi.

b. Perdarahan Feto-maternal

Dalam kepustakaan dilaporkan bahwa jenis perdarahan ini terjadi pada 50% kehamilan biasa, mulai dari derajat ringan sampai derajat yang berat. Walaupun pada sebagian besar kasus perdarahan yang terjadi umumnya ringan, namun perdarahan feto-maternal dapat mengakibatkan gawat janin atau kejadian lahir mati, serta merupakan salah satu penyebab tersering terjadinya anemia pada bayi baru lahir.

Etiologi
Penyebab yang sering dikemukakan adalah tindakan amniosentesis, tindakan pertolongan persalinan (seperti tekanan pada fundus, versi kepala, pengeluaran plasenta secara manual, pemakaian oksitosin), toksemia gravidarum, eritroblastosis fetalis, dan tumor plasenta (korioangioma dan koriokarsinoma).


PERDARAHAN OBSTETRIK DAN KELAINAN PLASENTA

Komplikasi persalinan ini masih dijumpai sebagai akibat masih terjadinya partus presipitatus dan tarikan berlebih pada lilitan atau pendeknya tali pusat pada partus normal. Pada partus presipitatus selain perdarahan dari umbilikus mungkin ditemukan gejala perdarahan intrakranial akibat tidak tertangkapnya bayi saat melahirkan dan kemudian jatuh kelantai

Robekan umbilikus mungkin pula terjadi karena kelalaian tersayatnya dinding unbilikus/plasenta sewaktu seksio sesarea. Robekan tali pusat disebabkan pula karena pecahnya hepatoma, varises dan aneurisma pembuluh darah, tetapi pada sebagian kasus tanpa penyebab yang jelas. Kadang-kadang secara sepintas tidak tampak adanya perdarahan eksternal, karena darah yang keluar langsung masuk kedalam jaringan plasenta. Perdarahan karena pecahnya hematoma dapat mengakibatkan perdarahan masif, bahkan kematian bayi.

Etiologi

Perdarahan akibat plasenta previa atau abrupsio plasenta dapat membahayakan bayi. Dalam kepustakaan dilaporkan terjadinya anemia pada 10 bayi baru lahir yang disertai dengan plasenta previa. Abrupsio plasenta lebih sering mengakibatkan kematian intrauterine karena anoksia ketimbang anemia pada bayi baru lahir; diantara bayi dengan abrupsio plasenta yang tertolong hidup, kejadian anemia tercatat hanya sebesar 4%. Pengamatan plasenta untuk menentukan adanya perdarahan hendaknya dilakukan pada bayi yang dilahirkan dengan kelainan plasenta atau dengan seksio sesarea, bila diperlukan pada bayi demikian
dapat dilakukan pemeriksaan hemoglobin secara berkala.



PERDARAHAN POSTNATAL

Trauma lahir intrakranial pada neonatus umumnya berupa perdarahan intrakranial. Perdarahan intrakranial pada neonatus dapat terjadi akibat trauma mekanis, trauma hipoksik, atau gabungan keduanya. Dengan kemajuan bidang obstetri, trauma lahir mekanis umumnya dapat dihindari atau dikurangi, tetapi trauma hipoksik sering lebih sukar untuk dihindari. Trauma hipoksik yang terjadi pada bayi kurang bulan atau bayi prematur sering menimbulkan terjadinya perdarahan intrakranial. Hal ini disebabkan masih imaturnya susunan saraf pusat, sistem sirkulasi serebral, dan sistem autoregulasi bayi kurang bulan. Pada waktu ini perdarahan intrakranial pada neonatus lebih sering dijumpai pada bayi kurang bulan dibandingkan dengan bayi cukup bulan. Lokasi perdarahan intrakranial dapat terjadi ekstraserebral seperti perdarahan dalam rongga subdural atau rongga subaraknoid. Selain itu dapat pula ditemukan di parenkim serebrum atau serebelum, atau masuk ke dalam ventrikel yang berasal dari perdarahan di matriksgerminal subependimal atau pleksus koroid.
1. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural hampir selalu disebabkan trauma kepala pada BBL cukup bulan. Beberapa faktor merupakan predisposisi terjadinya trauma yaitu ukuran kepala yang relatif besar dibandingkan jalan lahir, rigiditas jalan lahir, persalinan terlalu cepat atau terlalu lama, dan persalinan sulit misalnya letak sungsang atau ekstraksi forseps.

Gejala klinis

Gejala klinis perdarahan subdural menggambarkan adanya gejala kehilangan darah seperti pucat, gawat nafas, ikterus akibat hemolisis atau menunjukkan gejala peninggian tekanan intrakranial seperti iritabel, kejang, letargi, tangis melengking, hipotonia, ubun-ubun menonjol, atau sutura melebar.



2. Perdarahan subaraknoid primer

Perdarahan subaraknoid primer sebagian besar terjadi akibat trauma lahir, sebagian lain diduga terjadi akibat proses hipoksia janin. Perdarahan ini umumnya ditemukan pada bayi prematur. Perdarahan subaraknoid primer merupakan perdarahan dalam rongga subaraknoid yang bukan merupakan akibat sekunder dari perluasan perdarahan subdural, intraventrikular, atau intraserebelar. Perdarahan umumnya terjadi akibat ruptur pada jembatan vena dalam rongga subaraknoid atau akibat ruptur pembuluh darah kecil di daerah leptomeningeal. Timbunan darah umumnya terkumpul di lekukan serebral bagian posterior dan fosa posterior.

Gejala klinis

Gejala klinis berupa tanda kehilangan darah dan gangguan fungsi neurologik. Gambaran yang timbul berupa perdarahan yang umumnya kecil saja dan tidak sampai menimbulkan keadaan yang buruk, sedangkan gejala neurologik berupa iritabilitas dan kejang.

3. Pedarahan intraserebelar

Perdarahan intraserebelar relatif jarang terjadi, lebih sering dijumpai pada bayi kurang bulan dibandingkan dengan bayi cukup bulan. Secara klinis perdarahan ini sukar ditemukan, walaupun dengan sarana penunjang alat penatahan kepala, umumnya ditemukan pada pemeriksan autopsi. Angka kejadian pada bayi kurang bulan dengan masa gestasi kurang dari 32 minggu atau berat lahir kurang dari 1500 g berkisar antara 15-25%. Angka kejadian pada pemeriksaan autopsi ini terlihat lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil pemeriksaan klinis dengan penatahan kepala.




c. Penatalaksanaan
Pada perdarahan akut dapat diberikan carian intravena atau transfusi darah atas indikasi yang tepat. Karena dapat terjadi renjatan dan gawat janin, mungkin diperlukan perawatan intensif; pemberian preparat besi biasanya ditangguhkan. Jenis perdarahan menahun umumnya tidak memerlukan transfusi darah; dalam kasus ini senyawa besi dapat langsung diberikan.

Penanganan bayi kembar dengan sindrom transfusi feto-fetal memerlukan tindakan cepat dan tepat, serupa dengan tindakan gawat darurat. Bayi kembar donor yang mungkin dalam keadaan gawat memerlukan parawatan intensif yang umum, seperti pembebasan jalan nafas, pemberian oksigen, pemberian cairan intravena atau darah, pengelolaan keseimbangan asam-basa dan parameter hematologik lainnya. Bila terdapat gejala payah jantung, dapat diberikan digitalisasi dengan pemberian digoksin 0,03-0,05 mg/kg.BB/hari secara parenteral, yang mungkin perlu disertai degnan pemberian furosemid 0,5-1,0 mg/kg.BB/kali secara intramuskular, dan dapat diulang setelah 2 jam.

Penatalaksanaan perdarahan subaraknoid umumnya bersifat simptomatik, misalnya pengobatan terhadap kejang atau gangguan nafas. Selanjutnya perlu dilakukan observasi terhadap kadar darah tepi dan sistem kardiovaskular serta kemungkinan terjadinya hiperbilirubinemia. Selain itu perlu diawasi terhadap kemungkinan terjadinya komplikasi hidrosefalus.



BAB III
PENUTUP


a. Kesimpulan

Perdarahan ialah keluarnya darah dari salurannya yang normal (arteri, vena atau kapiler) ke dalam ruangan ekstravaskulus oleh karena hilangnya kontinuitas pembuluh darah. Sedangkan perdarahan dapat berhenti melalui 3 mekanisme, yaitu :
1. Kontraksi pembuluh darah
2. Pembentukan gumpalan trombosit (platelet plug)
3. Pembentukan trombin dan fibrin yang memperkuat gumpalan trombosit tersebut

Berdasarkan etiologi dan waktu kejadiannya, perdarahan pada neonatus dapat diklasifikasikan dalam 4 kategori utama yaitu :
1. Perdarahan in utero
2. Perdarahan obstetrik
3. Perdarahan post natal
4. Perdarahan iatrogenik

Dalam kenyataannya sukar membedakan kejadian perdarahan karena tindakan obstetrik dan perdarahan postnatal, misalnya robekan dengan perdarahan hepar akibat tindakan pada persalinan yang sulit baru akan mengakibatkan gejalanya beberapa hari kemudian dalam masa postnatal.



b. Saran

1. Mahasiswa :
Agar mahasiswa dapat lebih memahami mengenai kelainan atresia duodenum serta mengerti tata cara penatalaksanaannya.
2. Institusi :

Diharapkan institusi dapat memberikan penyuluhan terhadap masyarakat mengenai penyebab atresia duodenum agar masyarakat dapat mewaspadai adanya kelainan ini.

3. Tenaga Kesehatan :
Apabila mendapatkan pasien dengan atresia duodenum sudah mengerti apa yang harus dilakukan dengan tindakan medis seperti dilakukannya pembedahan
.



DAFTAR PUSTAKA
1.Rustama SD, Neonatal hypothyroidism, idd-Indonesia.net: 22 mei 2004.
2. Hasan R, Alatas H, Penyakit perdarahan, Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jakarta; Infomedika, 1985, hal : 457-482.
3. Hidayah N, Menurunkan insiden perdarahan, Kompas, 14 November 2003.
4. Behrman & Vaughan, Perdarahan pada anak, dalam : Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Bagian 1, Edisi 12, Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1992: hal : 215-218.
5. Markum AH, dkk, Masalah hematologik pada janin dan neonatus, dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid II, Jakarta: Gaya baru, 1999, hal : 317-328
6. http://www.google.co.id/#sclient=psy-ab&hl=en&site=&source=hp&q=PERDARAHAN+TALI+PUSAT&pbx=1&oq=PERDARAHAN+TALI+PUSAT&aq=f&aqi=g1g-m2&aql=&gs_sm=e&gs_upl=2095l7245l0l7405l21l12l0l0l0l0l2418l3911l7-1.0.1l5l0&bav=on.2,or.r_gc.r_pw.,cf.osb&fp=257220e15bff5381&biw=1366&bih=653
7. http://idebunda.com/search/gejala-pendarahan-tali-pusat
8. http://www.malindihandicrafts.org/askeb/askeb-perdarahan-tali-pusat.html